Latest Posts

Sistem Peradilan Pidana anak

By 8:49:00 AM ,

Komite Hak Anak (Committee on the Rights of the Child) menandaskan bahwa sistem peradilan pidana anak merupakan sistem peradilan pidana yang dipisahkan secara khusus bagi anak sehingga anak dapat menikmati perlindungan hukum (due process) dan hak asasi yang melekat padanya. Pemisahan ini menjadi conditio sine quanon karena mereka masih di bawah umur. Lebih jauh Komite mengintepretasikan bahwa sistem peradilan pidana yang bersifat khusus ini merupakan upaya perlindungan khusus karena anak yang berhadapan dengan hukum dikategorikan sebagai kelompok rentan (vulnerable groups).[1]
Dalam upaya membangun rezim hukum anak yang berhadapan hukum, terdapat 4 (empat) fondasi Konvensi Hak Anak (KHA) yang relevan untuk mengimplementasikan praktik peradilan pidana anak, yakni:
a.  Kepentingan terbaik bagi anak, sebagai pertimbangan utama dalam setiap permasalahan yang berdampak pada anak (Pasal 3);
b.  Prinsip non diskriminasi, terlepas dari ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain, kewarganegaraan, etnis, atau asal-usul sosial, harta kekayaan, cacat, kelahiran atau status yang lain dari anak atau orang tua anak (Pasal 2);
c.    Hak anak atas kelangsungan hidup dan tumbuh kembang (Pasal 6);
d. Hak anak atas partisipasi dalam setiap keputusan yang berdampak pada anak, khususnya kesempatan untuk didengar pendapatnya dalam persidangan-persidangan pengadilan dan administratif yang mempengaruhi anak (Pasal 12).


Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) adalah segala unsur sistem peradilan pidana yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus kenakalan anak. Pertama, polisi sebagai institusi formal ketika anak nakal pertama kali bersentuhan dengan sistem peradilan, yang juga akan menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses lebih lanjut. Kedua, jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat yang juga akan menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak. Ketiga, Pengadilan Anak, tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam pilihan-pilihan, mulai dari dibebaskan sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman. Sehubungan dengan hal ini, Muladi yang menyatakan bahwa criminal justice system memiliki tujuan untuk : (i) resosialisasi dan rehabilitasi pelaku tindak pidana; (ii) pemberantasan kejahatan; (iii) dan untuk mencapai kesejahteraan sosial. Berangkat dari pemikiran ini, maka tujuan sistem peradilan pidana anak terpadu lebih ditekankan kepada upaya pertama (resosialiasi dan rehabilitasi) dan ketiga (kesejahteraan sosial). Namun upaya lain diluar mekanisme pidana atau peradilan dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya metode Diversi dan Restorative Justice. Diversi adalah pengalihan penanganan kasus kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan diversi dapat diterapkan bagi penyelesaian kasus-kasus anak yang berkonflik dengan hukum.


[1] Barbara Henkes, The Role of Education in Juvenile Justice in Eastern Europe and The Farmer Soviet Union, Constitutional & Legal Policy Institute, Hungary, 2000. Dalam Yayasan Pemantau Hak Anak, Anak yang Berhadapan dengan Hukum dalam Perspektif Hukum Hak Asasi Manusia Internasional, Internet, hal 2. Diakses pada 19 September 2012.

You Might Also Like

1 comments