Latest Posts

REALITAS PENEGAKAN HUKUM DAN HAM DI INDONESIA: REFLEKSI PEMIKIRAN KRITIS-TEORITIK DAN PROSPEK PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

By 1:05:00 AM , ,


Negara Hukum Indonesia jelas bukan sekedar kerangka bangunan formal tapi lebih daripada itu ia merupakan manifestasi dari nilai-nilai dan norma-norma, seperti, kebersamaan, kesetaraan, keseimbangan, keadilan yang sepakat dianut bangsa indonesia. Nilai-nilai luhur itu berasal dari berbagai sumber seperti, agama, budaya, Social, serta pengalaman hidup bangsa Indonesia.
Permasalahan Penegakan hukum (Law Enforcement) senantiasa menjadi persoalan menarik banyak pihak. Terutama karena adanya ketimpangan interaksi dinamis antara aspek hukum dalam harapan atau Das Sollen, dengan aspek penerapan hukum dalam kenyataan atau Das Sein. Bilamana ketimpangan interaksi terus berlangsung, maka penegakan hukum pada umumnya kurang dapat mencerminkan wujud keadilan yang dicita-citakan. Untuk mencapai cita-cita tersebut, diperlukan suatu penegakan hukum sebagai upaya-upaya untuk melakukan perencanaan pembentukan peraturan hukum (legal planning), pengkordinasian (coordinating), penilaian (evaluating), dan pengawasan (controlling) dan pemantauan (monitoring) yang terukur terhadap kualitas produk hukum, institusi dan aparat penegak hukum, dan budaya hukum[1].
Kurangnya kesadaran menerapkan sistem peradilan terpadu (an integrated justice system), atau karena ego sektoral antara institusi penegak hukum yang ada, berakibat masyarakat tidak mudah mempercayai adanya peradilan yang berwibawa, baik di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan juga di tingkat Kasasi, Mahkamah Agung. Melihat persoalan hukum sangat legal formal, kurang mau menggunakan yurisprudensi, atau karena hanya menggunakan logika berpikir hukum kaca mata kuda merupakan penyebab utama timbulnya peradilan tidak berwibawa.
Sebagaimana dikatakan oleh Ralf Dahrendorf[2], bahwa Negara Hukum yang Demokratis mensyaratkan empat perangkat kondisi sosial, yaitu, pertama, perwujudan yang nyata atas persamaan status kewarganegaraan bagi semua peserta dalam proses politik; kedua, kehadiran kelompok-kelompok kepentingan dan elite di mana tak satupun mampu memonopoli jalan menuju ke kekuasaan, Ketiga, berlakunya nilai-nilai yang boleh disebut sebagai kebajikan publik; keempat, menerima perbedaan pendapat dan konflik  kepentingan sebagai sesuatu yang tak terhindarkan dan elemen kreatif dalam kehidupan sosial.
Di Indonesia saat ini secara formal kita telah mempunyai Konstitusi yang mengakui dan menjamin hak asasi manusia (HAM) yaitu, persamaan hak, kedudukan, dan tanggungjawab bagi setiap peserta dalam proses politik. Namun secara material tak dapat dibantah masih adanya kelompok-kelompok dominan, baik itu domestik maupun internasional  yang mampu memonopoli jalan menuju kekuasaan. Kelompok-kelompok dominan ini mempunyai akses yang luas pada sumberdaya ekonomi dan politik yang acap memustahilkan perwujudan kedaulatan hukum ( the Autonomy of Law ). Selain itu elemen-elemen budaya yang belum tercerahkan dan terbebaskan merupakan hambatan nyata bagi tegaknya Hak Asasi Manusia (HAM)[3].
Prof. Ahmad Safi’i Ma’arif mengatakan bahwa kehancuran bangsa ini sudah hampir sempurna. Kita berharap kekhawatiran ini tidak akan menjadi kenyataan yang lebih parah, yaitu kehancuran total masyarakat Indonesia. Sesungguhnya Allah S.W.T sudah memperingatkan manusia dari awal dalam Al qur’an surat Al A’raf ayat 2-4 yang intinya mengatakan bahwa betapa banyak negri yang telah kami hancurkan karena mereka tidak mengikuti tuntunan yang kami berikan. Wallahu A’lam Bishawwab.

Maksud dan Tujuan
Membangun persepsi yang sama tentang konsep dan strategi politik penegakan hukum yang berkeadilan dengan melakukan analisis kritis dan progresif terhadap peningkatan kualitas dan profesionlisme penegakan hukum dan sistem peradilan berwibawa dan berkeadilan. Membuat daftar identifikasi masalah terhadap berbagai kelemahan peraturan perundang-undangan, tugas, fungsi dan kewenangan institusi dan aparat penegak hukum serta budaya masyarakat, baik yang mendukung maupun yang menghambat terslenggaranya sistem peradilan terpadu dan berkualitas[4].
Merumuskan rekomendasi dan alternatif alternatif yang relevan baik untuk pemerintah maupun aparat penegak hukum terkait, sebagai upaya-upaya yang harus dilakukan untuk meninjau berbagai peraturan perundang-undangan, dan meningkatkan efektifitas peran institusi penegak hukum, serta tugas, fungsi dan kewenangan yang dilakukan oleh MA, MK, KY, LPSK terhadap sumber daya manusia, sehingga praktek penegakan hukum dan sistem peradilan yang berwibawa, berkualitas dan berkeadilan dapat terselenggara.

Prospek

Dengan melihat beberapa hambatan dalam penegakan hukum di atas dan realitas kekinian pemimpin bangsa ini, maka prospek penegakan hukum ke depan dapat dikatakan masih suram mengingat persoalan kuncinya justru terletak pada faktor kepemimpinan bangsa yang lemah dan pembusukan dunia peradilan yang sudah parah. Untuk keluar dari lingkaran setan di atas, maka ada beberapa agenda mendesak yang perlu dicermati. Pertama,  perubahan ke depan harus dimulai dari atas, yaitu dari adanya pemimpin yang kuat, visioner dan berani memulai perubahan dari dirinya, keluarganya dan para kroninya. Penegakan hukum harus tanpa pandang bulu sehingga mampu memberikan shock therapy kepada bawahannya dan masyarakat umumnya.
Kedua, perubhan signifikan berikutnya yang harus dilakukan adalah pembersihan dunia peradilan dari para mafia peradilan yang merusak dan menghambat terwujudnya penegakan hukum di Indonesia. Para pemimpin politik di eksekutif dan legislatif harus memperkuat tekanan kepada aparat penegak hukum melalui proses fit and proper test yang berkualitas dalam memilih dan merekrut aparat penegak hukum seperti hakim-hakim di MA. Sayangnya, perubahan ketiga UUD 1945 tidak menyebutkan bahwa seorang hakim agung dapat di-impeach oleh MPR jika terbukti melanggar pasal-pasal impeachment di dalam perubahan ketiga tersebut, sebagaimana terjadi di Amerika. Ketiga, harus ada akselerasi kualitas dan pemerataan pendidikan masyarakat sehingga mereka mampu menjadi a critical mass yang mampu mengawal proses penegakan hukum secara partisipatif.
Jika ketiga agenda-agenda besar di atas mampu dibangun dan disiapkan dari sekarang, maka ke depan prospek penegakan hukum bisa jadi akan terus menuju perbaikan secara bertahap dan signifikan[5].


[1] . Dalam kondisi penegakan hukum parsial, maka menjadi tidak mudah membangun kepercayaan masyarakat pada aparat penegak hukum. Membangun citra baik suatu sistem peradilan, baik untuk urusan hukum publik maupun hukum privat atau keperdataan secara lebih berwibawa dan terpadu sangat diperlukan. Praktek mafia peradilan dan timbulnya campur tangan kekuasaan terhadap kemandirian peradilan, yang pada masa lalu acapkali menjadi cermin buruk sistem peradilan di Indonesia harus segera dihindarkan. Prof. Dr. Mahfud MD. SH, SU (Ketua Mahkamah Konstitusi RI, Guru Besar HTN Fakultas Hukum UII) Prospek dan Tantangan Aparat dan Institusi Penegak Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana yang Berkeadilan: Yuridis Penegakan Hukum Pasca Reformasi Indonesia. 2009.

[2] . Ralf Dahrendorf “ Conflict and Liberty : Some Remarks on the Social Structure of
German Politics”  dalam  Reinhard Bendix et al “ State and Society” , University
Of California Press, Ltd, l973.
[3] . Sejalan dengan realitas tersebut di atas  Kalau begitu masalah yang dihadapi Negara Hukum Indonesia bukan pada ketiadaan nilai dan norma yang disepakati bersama yang mendasari eksistensi Negara Hukum tersebut. Tapi masalahnya terletak pada belum terwujudnya tata hubungan kekuasaan yang simetris dan adanya elemen-elemen kultural yang menghambat perwujudan itu. Oleh : Abdul Hakim G Nusantara
 Menuju Negara Hukum Indonesia: Refleksi keadaban publik dan prospek Transisi demokrasi di Indonesia.
[4] . Prof. Dr. Mahfud MD. SH, SU (Ketua Mahkamah Konstitusi RI, Guru Besar HTN Fakultas Hukum UII) Prospek dan Tantangan Aparat dan Institusi Penegak Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana yang Berkeadilan: Yuridis Penegakan Hukum Pasca Reformasi Indonesia. 2009.
[5] . Perspektif Hukum, oleh  Saldi Isra, SH, MPA, (Dosen Hukum Tata Negara UNAND,
Ketua Forum Peduli Sumatera Barat)

You Might Also Like

2 comments